Friday, June 5, 2015

KIAT-KIAT KHUSYU' DALAM SHOLAT

1 Defnisi Dan Pengertian Khusyu’
Secara bahasa, kata khusyu’ memiliki beberapa arti yang sama:
1. Tunduk, pasrah. merendah atau diam.
Artinya mirip dengan kata khudhu’. Hanya saja kata khudhu’ lebih sering digunakan untuk anggota badan, sedangkan khusyu’ untuk kondisi dan gerak-gerik hati.
2. Bisa juga berarti rendah perlahan, biasanya digunakan untuk suara.
Allah ber rman:”Dan (khusyu’) merendahlah semua suara kepada Rabb Yang Maha Pemurah, maka kamu tidak mendengar melainkan bisikan saja.” (Ath-Thaha: 108)
3. Arti khusyu’ juga bisa diam, tak bergerak.
Allah ber rman yang artinya: “Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, kamu lihat bumi itu diam tak bergerak (ada juga yang mengatakan: tandus-Pent), dan apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur.” (Al-Fusshilat: 39)

Menurut Istilah Khusyu’ artinya: kelembutan hati, ketenangan sanubari yang berfungsimenghindari keinginan keji yang berpangkal dari memperturutkan hawanafsu hewani, serta kepasrahan di hadapan ilahi yang dapat melenyapkankeangkuhan, kesombongan dan sikap tinggi hati.Dengan itu, seorang hamba akan menghadap Allah dengan sepenuh hati.Iahanya bergerak sesuai petunjuk-Nya, dan hanya diam juga sesuai dengankehendak-Nya.

Adapun pengertian khusyu’ di dalam shalat adalah kondisi hati yang penuh dengan ketakutan, mawas diri dan tunduk pasrah di hadapan keagungan Allah. Kemudian semua itu membekas dalam gerak-gerik anggota badan yang penuh hikmat dan konsentrasi dalam shalat, bila perlu menangis dan memelas kepada Allah; sehingga tak memperdulikan hal lain. Pengertian kusyu’ tersebut diambil dari firman Allah QS.Al Mukminun: 1-2

Mengenai makna kekhusyu’an itu, Ibnu Abba’s menandaskan: “Artinya penuh takut dan khidmad.” Al-Mujahid menyatakan: “Tenang dan tunduk.” Sementara Ali bin Abi Thalib pernah menyatakan: “Yang dimaksud dengan kekhusyu’an di situ adalah kekhusu’an hati.” Lain lagi dengan Hasan al-Bashri, beliau berkata: “Kekhusyu’an mereka itu berawal dari dalam sanubari, lalu terkilas balik ke pandangan mata mereka sehingga mereka menundukkan pandangan mereka dalam shalat.” Imam Atha’ pernah berkata: “Khusyu’ artinya, tak sedikitpun kita mempermainkan salah satu anggota tubuh kita.” Jadi artinya, kekhusyu’an dalam shalat bukanlah sekedar kemampuan memaksimalkan konsentrasi sehingga kiran hanya terfokus dalam shalat. Namun kekusyu’an lebih merupakan kondisi hati yang penuh rasa takut, pasrah, tunduk dan sejenisnya; yang membias dalam setiap gerakan shalat menjadi nampak anggun, khidmat dan tidak serampangan.

KIAT KHUSYU’ DALAM SHALAT
Ada beberapa kiat khusyu’ dalam shalat yang kerap kali disinggung oleh para ulama dalam buku-buku mereka khususnya yang berkenaan dengan hukum dan tata cara shalat. Di antaranya:
1 Mengenal Allah, Menghadirkan, Mengagungkan dan Takut Kepada-Nya.
Orang yang paling khusyu’ dalam shalat adalah orang yang paling bertakwa. Karena Allah berfirman: “(orang-orang yang khusyu’ yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Rabb mereka, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (Al-Baqarah: 46)

2 Hendaknya Orang Yang Shalat Menyadari Bahwa Shalat Adalah Perjumpaan, Sekaligus Komunikasi Dirinya Dengan Allah
Hal itu telah diisyaratkan dalam hadits Nabi : “Apabila seorang di antaramu sedang shalat, sesungguhnya dirinya sedang berkomunikasi kepada Allah. Maka janganlah ia membuang ludah ke hadapan muka, atau ke arah kanan; tapi hendaknya ia membuangnya ke-sebelah kiri, atau di bawah telapak kakinya.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari: 531, Muslim: syarah Nawawi: 5/40-41, An-Nasa’i: 1/163,
11/52-53 dan lain-lain).

3 Ikhlash Dalam Melaksanakannya
Keikhlasan adalah ruh amal. Allah berfirman: “Yang menjadikan hidup dan mati, agar Dia menguji kamu; siapakah di antara kamu sekalian yang terbaik amalannya.” (al-Mulk: 2)
Berkenaan dengan ayat ini; Fudhail bin Iyyadh pernah menyatakan: “Yang dimaksudkan dengan yang terbaik amalannya, adalah yang paling ikhlas dan paling benar.”
Satu amalan yang dianggap pelakunya sudah ikhlas, bila tak mencocoki ajaran syari’at (benar-pent), tak akan diterima. Demikian juga amalan yang benar sesuai ketentuan, namun tidak ikhlas karena Allah, juga tak ada gunanya. Ikhlas, artinya hanya untuk Allah. Benar, artinya menuruti, Sunnah Rasul.

4 Mengkonsentrasikan Diri Hanya Untuk Allah
Dalam shahih Muslim diriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda: “Seandainya seorang hamba (sesudah berwudhu dengan baik) tegak malakukan shalat, memuji Allah, menyanjung-Nya, mensucikan diri- Nya yang mana itu memang merupakan hak-Nya, mengkonsentrasikan diri hanya rnengingat Allah; maka ia akan keluar dari shalatnya laksqna bayi yang baru dilahirkan.” (Diriwayatkan oleh Muslim: 832 dan Ahmad: IV/ 112-385, dari hadits Amru bin Abasah)

5 Menghindari Berpalingnya Hati Dan Anggota Tubuh Dari Shalat
Aisyah pernah bertutur: “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah tentang berpalingnya wajah di kala shalat, ke arah lain. Beliau menjawab: “Itu adalah hasil curian setan dari shalat seorang hamba.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari: 571, Abu Dawud: 910, Tirmidzi: 589, an-Nasa’i: III/7
dan lain-lain)

6 Merenungi Setiap Gerakan Dan Dzikir-Dzikir Dalam Shalat
Imam Ibnul Qayyim pernah menyatakan: “Ada satu hal yang ajaib, yang dapat diperoleh oleh orang yang merenungi makna-makna Al-Qur’an. Yaitu keajaiban-keajaiban Asma dan Sifat Allah. Itu terjadi, tatkala orang tadi menuangkan segala curahan iman dalam hatinya, sehingga ia dapat memahami bahwa setiap Asma dan Sifat Allah itu memiliki tempat (bukan dibaca) di setiap gerakan shalat. Artinya bersesuaian. Tatkala ia tegak berdiri, ia dapat menyadari ke-Maha Terjagaan Allah, dan apabila ia bertakbir, ia ingat akan ke-Maha Agung-an Allah.”

7 Memelihara Tuma’ninah (Ketenangan), Dan Tidak Terburu-buru Dalam Shalat
Allah berfirman:
“Dan apabila kamu sudah tenang, maka dirikanlah shalat…” (An-Nisa': 103)
Ayat di atas jelas mengisyaratkan bahwa ketenangan, adalah faktor vital dalam shalat yang harus diperhatikan. Sehingga “keharusan” shalat bagi seorang mukmin di saat-saat berperang dengan orang-orang kafir, dilakukan kala ia sudah kembali tenang.

8 Semangat Dalam Melakukannya
Ini satu hal yang lumrah. Karena tatkala seseorang shalat dengan seenaknya, malas dan tidak bersemangat; jelas tak akan dapat diharapkan kehusyu’annya. Oleh sebab itu, dalam hadits yang diceritakan Anas bin Malik disebutkan bahwa Rasulullah pernah memasuki masjid. Tiba-tiba beliau melihat ada tali yang direntangkan antara dua tiang masjid tersebut. Beliau lantas bertanya: “Untuk apa tali ini?” Para shahabat menjawab: “Itu punyanya Zainab. Kalau dia lagi lemas waktu shalat, itu dijadikan tempat berpegangan.” maka beliau bersabda, yang artinya: “Lepaskan tali itu. setiap kamu itu hendaknya shalat dengan bersemangat. Kalau dia memang merasa capek, istirahat dulu.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari: 1150, Muslim: 784 dan lain-lain.)
Rasulullah juga pernah bersabda, “Apabila salah seorang di antara kamu mengantuk, sedangkan ia tengah melalukan shalat; hendaknya ia tidur terlebih dahulu sehinga hilang rasa mengantuknya. Karena kalau ia shalat terus, jangan jangan, ia ingin beristighfar malah mencaci dirinya sendiri” Diriwayatkan oleh Al-Bukhari: 212, Muslim: 786, Abu Dawud: 1310, At-Tirmidzi: 388, an-Nasa’i: 11215-216, Ibnu Majah: 1370, Ahmad: VI/ 56, 202, 259, ad-Darimi: 1373 dan Malik dalam Al-Muwattha': 31/118, dari hadits Aisyah.)

9 Memilih Tempat Shalat Yang Sesuai
Tempat shalat yang paling utama untuk shalat wajib adalah di masjid untuk laki-laki. Tempat yang memenuhi syarat agar bisa membuat shalat kita menjadi khusyu’ paling tidak harus memenuhi beberapa kriteria berikut: tenang dan hadirnya para malaikat
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Para malaikat tidak akan memasuki satu rumah yang di dalamnya ada lukisan benda bernyawa, atau anjing.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari: 4225, 3322, 4002, 5949, Muslim: 2106, Tirmidzi: 2804, an-Nasa’i: 7/185-186, dan yang lainnya.)
Imam al-Khitabi menjelaskan: “Yang dimaksud di situ adalah para malaikat yang datang membawa rahmat dan berkah, bukan para malaikat yang mencatat amalan seorang hamba. Karena mereka (yang kedua) itu tak pernah berpisah dengan manusia.”
Di antaranya lagi, suara- suara musik. Juga termasuk di antaranya suara bell lonceng. Karena Nabi pernah bersabda: “Sesungguhnya lonceng itu adalah seruling-seruling setan.” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim: 2114, an-Nasa’i dalam as-Sunan al-Kubra: 8812, Abu Dawud: 2556, Ahmad, dalam Musnadnya: 11/366-3720, al-Baihaqi dalam “as-Sunan al-Kubra”: 5/253)

10 Menghindari Segala Yang Menyibukkan Dan Mengganggu Sahalat
Termasuk dalam lingkaran larangan itu, shalat di kala makanan sudah dihidangkan; atau shalat di kala sedang menahan buang air kecil atau besar. Nabi bersabda yang artinya: Janganlah salah seorang di antara kamu shalat, kala makanan dihidangkan, atau kala menahan buang air.” (Diriwayatkan oleh Muslim: 560, Ibnu Hibban: 195 dan al-Baghwi dalam “Syarhu as- Sunnah”: 801)
Perkara lain yang dapat mengganggu shalat adalah cuaca yang panas terik, maka shalat boleh ditunda sejenak hingga panas tidak terlalu terik menyengat; serta adanya gambar/motif-motif pada sekitar tempat shalat, baik itu pada pakaian, gorden ataupun pada dinding.

11 Memanjangkan Bacaan
Memanjangkan bacaan surat dalam shalat, seringkali membantu proses kekhusyu’an, terutama bagi yang mengerti kandungan makna bacaan itu, atau bagi orang yang dianugerahi Allah kelembutan jiwa. Rasulullah pernah ditanya: “Shalat bagaimana yang paling utama?” Beliau menjawab: “Yang panjang qunut/kekhusu’an nya.” (HR. Muslim: 756, Tirmidzi: 387, Ibnu Majah: 1421 dan al-Baghwi dalam Syarhu as Sunnah: 559-560.)
Imam Ibnul `Arabi menyatakan: “Aku mencoba menyelidiki sumber-sumber kekhusyu’an; lalu kudapati ada sepuluh perkara: Ketaa’atan, ibadah, kesinambungan melakukan amal shalih, shalat, bangun malam, berdiri panjang (dalam shalat), berdoa, ketundukan, diam tenang, dan tidak menoleh-noleh. Kesemuanya adalah alternative yang saling terkait. Namun yang paling berpengaruh adalah: ketundukan, berdiam diri dan bangun malam.”
12 Hendaknya kita shalat, seperti shalatnya orang yang akan bepergian jauh (meninggalkan alam fana)
Rasulullah pernah menegaskan: “Apabila engkau melakukan shalat, maka shalatlah kamu, dengan
shalatnya orang yang akan meninggalkan alam fana…” (Dikeluarkan oleh Ibnu Majah: 4171, Ahmad: 5/412 dan dihasankan oleh al-Albani dalam
“Shahih aljami’ ash-Shaghir”: 1/265.)
Yang dimaksud, agar kita shalat dengan shalatnya orang yang rindu untuk berjumpa Allah. Bukan shalatnya orang yang gila dunia, yang menjadikan dunia dan segala kesibukannya sebagai bayangan yang selalu terukir dalam benak.

Masih ada juga beberapa kiat khusyu’lainnya dalam shalat. Cukup dikutip sebagian di antaranya; sekedar untuk memacu dirt kita agar memperbaiki kualitas shalat kita. Menghiasi dan menyempurnakannya dengan kekhusyu’an; sehingga pada akhirnya, akan menjadikan kita sebagai mukmin yang penuh keberuntungan, dunia dan akhirat. Lalu, kita berdoa kepada Allah agar kita dijauhkan dari mereka yang disebutkan dalam firman Allah: “Maka sungguh satu kecelakan yang besar bagi meraka yang telah mambatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata:” (az-Zumar: 22)

No comments:

Post a Comment