Friday, June 5, 2015

PILIHAN ANDA TUHAN ATAU AGAMA ?

Ada banyak agama di dunia ini. Masing2x mereka mempunyai ajarannya sendiri. Manakala suatu agama tidak lagi dijalankan dengan dilandasi pemikiran & hati nurani melainkan dijalankan dg dilandasi ajaran doktrin & menganut asas “pokoknya”, akan membuat seorang penganut agama menjadi dibutakan oleh fanatisme akan kebenaran apa yg diyakininya sendiri tanpa membuka hati & pikirannya lebih jauh.
Pada saat pemeluk agama saling bertikai, pada saat orang berperang dan membunuh hanya karena perbedaan, banyak orang berpikir kenapa bisa jadi begini? Kenapa agama yg seharusnya jadi acuan untuk bersikap & bertindak lebih baik, justru menjadi pangkal permasalahan untuk saling menghancurkan dan saling membunuh? Hal ini telah membawa banyak orang yg (maaf) malas berpikir telah dg mudah menyimpulkan bahwa sesungguhnya semua agama itu sama, semua agama itu benar (termasuk semua ajarannya?), meskipun pandangan ini akan berarti juga mengatakan bahwa tidak ada kebenaran yg hakiki (absolute), dan bahwa kebenaran itu adalah relatif, yaitu tergantung melihatnya dari pandangan siapa (benarkah bahwa Tuhan tidak pernah membuat suatu kebenaran yg hakiki dan hanya membuat suatu kebenaran yg relatif?). Bahkan lebih celaka lagi ada yg lantas menyimpulkan bahwa agama memang adalah sumber perpecahan, maka tidak layak untuk diikuti (Tuhan membuat suatu ajaran perpecahan? Atau apa mungkin Tuhan memang tidak pernah membuat agama?). Mereka mengatakan hanya akan percaya pada Tuhan secara langsung, tanpa membutuhkan lagi agama. Sebab apa gunanya memeluk suatu agama jika hanya menjadi sumber perpecahan dg orang lain?(Saat itu mungkin tanpa mereka sadari, sang Iblis sedang terkekeh-kekeh menertawai mereka..)
Benarkah pandangan demikian? Benarkah pandangan bahwa semua agama adalah sama? Benarkah tidak ada kebenaran hakiki itu, dan yg ada hanyalah kebenaran yg relatif? Atau bahwa agama adalah sumber perpecahan yg tidak layak untuk diikuti? Bahwa sebaiknya beragama saja tanpa ber-Tuhan karena banyak orang yg saling bertikai, berperang, dan membunuh dg mengatas-namakan Tuhan? Atau sebaiknya ber-Tuhan saja tanpa ber-agama karena justru ajaran agama-lah sebenarnya yg menjadi sumber perpecahan, jadi cukup dg percaya pada Tuhan dan berbuat baik, titik.
Baiklah, kita akan coba analisa satu per-satu. :)
Kalau misalnya semua agama itu sama dan bertujuan untuk menyembah Tuhan yg sama, mengapa justru pada kenyataanya semua agama itu ditampilkan berbeda?
Kalau anda mengatakan semua agama itu menyembah Tuhan yg sama, apakah anda tahu kalau dalam agama Budha itu tidak ada figur Tuhan seperti dalam konsep agama2x pada umumnya? (saya juga pernah berdiskusi dg umat Budha intelek, seorang yg juga mengaku “beragama dg logika” bukan dg doktrin, yg telah meninggalkan agama lamanya Kristen Katolik, sebelum akhirnya singgah di agama Budha, tentang konsep ketuhanan dalam Budhism).
Dalam agama Budha tidak ada konsep Tuhan yg menciptakan seluruh alam semesta spt umumnya terdapat dalam agama2x lain.
Di sana juga tidak ada konsep Tuhan yg menjadi hakim penentu dalam timbangan amalan baik & buruk dari seorang manusia, yg ada adalah konsep reinkarnasi spt yg dipercaya umat agama Hindu yg ditentukan oleh “Karma”, karma baik akan membawa kelahiran kembali yg lebih baik, karma buruk akan membawa kelahiran kembali yg buruk, bahkan menjadi bisa makhluk yg lebih rendah spt binatang.
Apa yg dianggap “Tuhan” oleh orang Budha awam dan dibuatkan patungnya untuk disembah adalah sosok manusia bernama Sidharta Gautama (yg sebelum menyampaikan ajarannya sebenarnya adalah seorang beragama Hindu) sang pencetus ajaran itu yg sebenarnya memang tidak pernah mengaku sbg Tuhan, hanya sbg orang yg telah berhasil mencapai tingkat spiritual tertinggi yg disebut dg “Nirwana. Ia dianggap sbg Tuhan karena ia dianggap maha melihat, maha mendengar, maha bijaksana, maha pengasih dan penyayang, dan maha2x yg lain kecuali maha pencipta, yg sebenarnya ia dianggap punya kemampuan demikian adalah karena taraf spiritualnya yg telah mencapai Nirwana itu tadi. Apakah hal ini sama dg di agama2x lain spt Islam, Kristen, dan Hindu yg menyatakan adanya Tuhan yg menciptakan alam semesta ini, dan yg menjadi hakim penentu dalam timbangan amalan baik buruk dari seseorang?
Kalau agama Hindu menyatakan manusia itu harus dibedakan pada berbagai tingkatan derajat yg dinamakan sistem Kasta (yg tertinggi adalah kasta “Brahmana” bagi para pendetanya dan terendah adalah kasta “Sudra” untuk orang pekerja biasa), dan mempunyai bermacam-macam Tuhan (beberapa orang India beragama Hindu yg saya kenal mempunyai “Tuhan”-nya sendiri2x yg berbeda satu sama lain yg mereka pajang gambarnya di rumah & meja mereka masing2x), apakah itu sama dg umat Kristen yg menyatakan mempunyai Tuhan yg “satu tapi tiga”, dan umat Islam yg menyatakan ke-Esa-an Tuhan secara murni dg syahadatnya bahwa “tiada Tuhan selain Allah” dan menyatakan bahwa semua manusia di hadapan Tuhan adalah sama ?
Apakah kalau agama Kristen menyatakan bahwa Yesus itu adalah Tuhan, adalah seorang putra Tuhan, seorang anggota dari “Tuhan yg satu tapi tiga”, kalau mereka menyatakan bahwa seorang Yesus yg juga makan, minum, tidur, lahir dan mati seperti juga manusia yg lain adalah seorang Tuhan, apakah sama dg Islam yg menempatkan Yesus sbg seorang manusia biasa (yg luar biasa) yg dipilih menjadi utusan Tuhan untuk bangsanya ?
Kalau Islam menetapkan bahwa syarat nomor satu untuk menjadi umat Islam adalah dg membuat pengakuan keimanan (syahadat) bahwa “tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah”, apakah umat Budha juga mengakui Allah sbg Tuhan, dan yg menciptakan alam semesta ini? Apakah umat Kristen juga mengakui Allah adalah Tuhan yg Esa, yg bukan “salah satu dari yg satu tapi tiga”? Apakah umat Budha, Hindu, Kristen juga mengakui bahwa Muhammad adalah seorang utusan Tuhan untuk seluruh umat manusia (termasuk mereka)?
Itu baru untuk agama2x besar dunia saja, belum lagi agama2x kecil lainnya yg bisa jadi mempunyai konsep ketuhanan dan ajaran yg juga berbeda jauh dg agama2x besar itu. Jadi apakah memang semua agama itu sama..?
Bila merujuk pada apa yg dipercayai oleh umat masing2x agama, sangat jelas semuanya tidak sama.
Orang yg mengatakan semua agama adalah sama, bila merujuk pada apa yg diyakini umat masing2x agama, (secara umum menurut pandangan umat masing2x agama) pada hakikatnya adalah seperti bukan orang beragama.
Karena kalau seseorang berpendapat semua agama adalah sama, maka dia harus menyetujui bahwa konsep Tuhan dan semua aturan dalam semua agama adalah sama.
Dan bila ia melakukan itu, bisa jadi dalam pandangan umum umat masing2x agama ia sudah dianggap murtad dan kafir dalam setiap agama (jadi sebenarnya saat itu ia seperti tidak sedang memeluk agama apapun..! :) )
Juga bila semua agama adalah sama maka tidak ada masalah jika anda memeluk agama apapun ataupun berpindah ke agama apapun setiap bulannya. Jadi kalau ada seorang Islam yg berkata spt itu, mestinya tidak masalah kalau ia harus pindah ke agama Kristen, Hindu, Budha, dll. sesering mungkin, demikian juga sebaliknya. Tapi apakah mereka mau? Tidak. Mereka tidak mau. Sangat sulit bagi seseorang untuk bisa berpindah agama, hanya mereka yg benar2x telah menemukan alasan yg tepat secara pribadi-lah yg mampu melakukannya. Kalau begitu apakah mereka benar2x menganggap semua agama sama? Tidak.
Sesungguhnya tidak pernah ada orang yg benar2x dari pikiran dan hati nurani-nya menyatakan bahwa semua agama adalah sama, hanya alasan2x tertentu untuk kondisi sosial-lah yg memaksa mereka untuk menyetujui hal itu.
Jadi semua agama memang berbeda kalau menurut ajaran yg diyakini umatnya masing2x secara subyektif, namun kalau anda mempelajari agama2x tsb langsung dari kitab sucinya (bukan semata-mata menurut apa yg diyakini umatnya), karena inti dari ajaran agama adalah kitab sucinya, dan juga mempelajari sejarah agamanya dan sebanyak mungkin informasi tentang agama tsb, anda akan menemukan hal2x yg sangat menarik. Contohnya adalah seperti yg sebagiannya sudah saya sampaikan pada anda
Lantas apakah benar pendapat bahwa tidak ada kebenaran yg hakiki, karena semua kebenaran adalah relatif, tergantung dari siapa yg memandang, dan hal ini terbukti dalam ajaran agama yg berbeda-beda? Sedangkan tidak mungkin Tuhan mengajarkan hal yg salah pada manusia..?
Penganut paham ini memang umumnya menyimpulkan pendapatnya berdasar dari berbedanya ajaran masing2x agama, sedangkan agama pasti akan mengajarkan kebaikan dan kebenaran dari Tuhan, karena itu-lah mereka berpendapat bahwa kebenaran itu pastilah hanya merupakan hal yg relatif, yg berbeda antara satu orang dg orang lain, yg berbeda antara satu agama dg agama lainnya, tapi semuanya bernilai kebenaran.
Sesungguhnya hal ini juga berhubungan dg pembahasan di atas tadi, bahwa semua agama itu sama atau berbeda adalah umumnya hanya disimpulkan secara gampang dari apa yg menjadi keyakinan dari umatnya saja, tanpa mau susah2x untuk mencarinya lebih jauh.
Sedangkan apa yg dipahami dan diyakini oleh umat suatu agama adalah belum tentu merupakan ajaran yg terdapat dalam kitab sucinya,
karena banyak hal yg bisa mempengaruhi ajaran suatu agama saat disampaikan pada umat, seperti budaya setempat, pemikiran & pendapat pribadi si pendeta/ulama, dan ajaran2x lain yg sebenarnya tidak diajarkan oleh ajaran dalam kitab sucinya.
Jadi kalau orang mau lebih “ke dalam” untuk mencari informasi dg mempelajari kitab suci, sejarah, dan sebanyak mungkin informasi tentang agama2x tsb, insyaallah ia akan menemui hal2x menarik yg mungkin bisa sangat berbeda dg pemahamannya selama ini (bahkan mungkin dg apa yg didapat dari ajaran para pendeta/ulamanya sekalipun). Karena sesungguhnya pasti ada yg dinamakan kebenaran hakiki itu.
Tuhan tidak mungkin tidak membuat suatu kebenaran yg hakiki.
Disamping kebenaran relatif yg memang ada, pasti juga ada kebenaran yg hakikisedangkan di dunia saja banyak hal yg dapat menjadi contoh adanya kebenaran yg hakiki itu, kebenaran yg (seharusnya) sama benarnya dalam semua pandangan orang (dan dalam pandangan semua agama)
Jadi jangan cepat mengambil kesimpulan bahwa semua agama itu memang sama ataukah semua agama memang berbeda, apakah kebenaran hakiki itu ada ataukah yg ada hanya kebenaran relatif saja. Hanya dengan mempelajari agama2x lebih dalam dari kitab2x sucinya, sejarahnya, dan informasi2x lainnya, kemudian membuat studi komparatif diantara mereka dg jujur dan obyektif berlandaskan pemikiran dan hati nurani-lah yg akan dapat membawa seseorang lebih mudah dalam memahami permasalahan ini.
Bagaimana dg pandangan bahwa sebaiknya beragama saja tanpa ber-Tuhan karena banyak orang yg saling bertikai, berperang, dan membunuh dg mengatas-namakan Tuhan?
Dalam pandangan saya, sesungguhnya yg layak bisa disebut sebagai agama itu adalah yg bernilai“ketuhanan”, artinya mengajarkan unsur2x ketuhanan. Bila sebuah agama tidak mengajarkan unsur ketuhanan bahkan menolak adanya konsep “Tuhan”, ia tidak ada bedanya dg ajaran filsafat dan ajaran kebaikan buatan manusia lainnya.
Sesungguhnya banyak hal yg akan jadi “pertanyaan besar” apabila orang hanya beragama saja tanpa ber-Tuhan. Pada siapakah kita tujukan kalau berdoa dan mengadu bila hati sedang kering dan galau? Kekuatan apakah (atau siapakah) yg membangkitkan manusia dari kematian pada hari kiamat nanti? Ataukah tidak ada hari akhirat dan kehidupan manusia berakhir setelah kematiannya di dunia ini? Lantas apa tujuan manusia lahir dan hidup di dunia ini dg kondisi yg seperti ini?
Ataupun siapakah yg telah menciptakan alam semesta beserta isinya yg sangat menakjubkan ini? Siapa pula yg mengaturnya menjadi demikian teratur, misalnya spt bumi berputar mengelilingi matahari, bulan mengelilingi bumi, bumi punya atmosfir untuk melindungi bumi dari radiasi matahari, manusia dan hewan masing2x mempunyai struktur tubuh dan metode pencernaan yg berbeda-beda dan bekerja dg sistem yg sungguh luar biasa, dll. dll. ? Bagaimana semua itu ada dan berjalan? Begitu saja? Tidak adakah yg menciptakan semua kedahsyatan itu? Sedangkan kalau tulisan di blog anda dikatakan tidak ada yg menciptakan, atau ada dan muncul secara tiba2x saja mungkin anda tidak akan terima, bagaimana bisa manusia mengatakan kalau semua sistem yg ada dan bekerja dg luar biasa itu tidak ada yg menciptakan, tidak ada yg mengatur, dan sudah ada begitu saja..? Butuh pemikiran yg jernih untuk menjawabnya.
Lantas kalau bukan ajaran dari Tuhan, agama yg dianut itu menggunakan ajaran buatan siapa? Buatan manusia? Sesuatu yg dibuat oleh manusia tidak pernah mampu mencapai nilai sempurna yg mampu menyelesaikan semua masalah.
Singkatnya,
akan banyak sekali pertanyaan dari logika normal yg perlu dijawab (dan akan sulit sekali dijawab) kalau manusia hanya beragama tapi tanpa ber-Tuhan.
Jadi mestinya hal ini juga tidak benar. Harus ada konsep yg lebih baik dari itu.
Lantas bagaimana dg yg mengatakan bahwa mereka tidak perlu mempercayai agama, hanya perlu percaya pada Tuhan, melaksanakan keinginan Tuhan, dan berbuat baik..?

Benarkah pendapat hanya percaya pada Tuhan, bukan pada agama, adalah pilihan yg bagus? Biasanya orang punya pandangan spt ini kalau ia menganggap semua agama adalah salah dan/atau agama hanyalah sumber perpecahan yg tidak pantas untuk diikuti.
Coba kita analisa masalah ini. )
Anggaplah semua orang menganut pemikiran yg sama dg itu, lalu tidak ada lagi orang yg menganut suatu agama, mereka hanya merasa perlu mengenal Tuhan dan berbuat baik tapi tanpa melalui agama. Kira2x apa yg akan terjadi? Satu hal yg perlu dijawab di sini adalah bisakah orang mengenal Tuhannya tanpa melalui agama? Kalau anda ditanya seperti apakah Tuhan itu? lalu anda menjawab : Tuhan itu yg menciptakan alam semesta, Tuhan itu Maha Esa, Tuhan itu penuh kasih, dll, dari manakah anda mengetahui hal itu kalau bukan dari agama? Kalau misalnya anda lahir dan dibesarkan tanpa pendidikan agama sama sekali, apakah anda yakin pada saat dewasa anda akan mampu untuk mengetahui seperti apa Tuhan itu? Tidak. Kita semua merasa mengenal & mengetahui Tuhan itu seperti apa adalah melalui pendidikan agama yg kita terima sejak kecil, atau merupakan hasil pemikiran kita setelah dewasa yg masih berdasar pada pemikiran agama atau dg melakukan komparasi terhadap agama2x. Tanpa itu kita akan cenderung untuk “menciptakan” sendiri Tuhan yg sesuai menurut pemikiran & kehendak kita, tanpa kita mempunyai rel untuk membatasi imajinasi kita untuk “menciptakan” Tuhan versi kita sendiri itu. Dan bila sudah begitu, orang akan menjadikan diri mereka “lebih” dari Tuhan, karena mampu untuk “menciptakan” Tuhan mereka sendiri, sedangkanTuhan saja tidak bisa menciptakan Tuhan, karena Tuhan bukanlah ciptaan, melainkan pencipta. Kalau ada sesuatu yg diciptakan, itu pasti bukan Tuhan.
Dan bila sudah demikian tidak akan ada lagi perbedaan misalnya dengan jaman jahiliyah pra Islam nabi Muhammad dahulu dimana orang bisa memilih & menciptakan Tuhannya sendiri, kemudian membuat patungnya, lantas menyembahnya. Tidak heran kalau pada jaman pra Islam nabi Muhammad dulu, di dalam Ka’bah konon terdapat ratusan “Tuhan” yg dibuat dalam berbagai macam bentuk dan bahan, lha setiap orang ingin membentuk sendiri Tuhan yg sesuai dg selera mereka tanpa ada yg membatasi…!
Jadi pandangan untuk tidak perlu mempercayai agama, hanya perlu untuk percaya pada Tuhan saja adalah pandangan yg bisa sangat menyesatkan.
Katakanlah ada orang2x yg mungkin saja mampu melakukannya (merefleksikan Tuhan dg benar tanpa melalui agama), berapa persen-kah jumlahnya dari keseluruhan jumlah umat manusia ? Dan selain beberapa gelintir orang yg mampu merefleksikan Tuhan dg benar itu, bisa jadi masih akan ada berjuta-juta “Tuhan” yg berbeda yg telah diciptakan oleh masing2x orang yg lain sesuai dg imajinasi, harapan, dan keinginannya akan figur Tuhan. Mampukah anda membayangkan apa yg akan terjadi dg kondisi seperti itu..?
Melaksanakan keinginan Tuhan..? Keinginan Tuhan yg mana? Bagaimana kita bisa tahu apa yg diinginkan Tuhan kalau kita tidak “mengenal-Nya” dg baik? Sedangkan sudah kita bahas diatas bahwa tidak mungkin kita bisa mengenal Tuhan dg benar dan mengerti apa yg diinginkan Tuhan tanpa melalui agama, dan
mencoba mengenal Tuhan tanpa melalui agama adalah dekat sekali dg kesesatan.
Berbuat baik..? Berbuat baik seperti apa? Apa patokan sebuah perbuatan itu adalah baik atau buruk? Ya, Agama! Tanpa itu orang akan cenderung untuk menetapkan sendiri standard baik & buruk. Lantas bila bukan agama, apa yg jadi patokan bahwa sebuah perbuatan itu baik bagi kita & orang lain, dan benar2x bernilai baik menurut Tuhan? Hukum setempat yg berlaku? Hukum produk manusia tidak pernah dapat menyelesaikan semua persoalan dg baik. Bila pembuat hukumnya kebetulan orang yg “benar”, maka hukum yg dibuat bisa bagus, tapi kalau pembuat hukumnya kebetulan seorang yg “tidak benar” maka apa yg mestinya benar bisa jadi salah, dan yg mestinya salah bisa jadi benar. Jadi apakah hukum yg berlaku selalu dapat dijadikan patokan berbuat baik? Tidak.
Sebab walaupun sangat mungkin seseorang bisa menjadi “orang baik” dg mengikuti agama apapun (bahkan tanpa beragama sekalipun) tapi tanpa bimbingan suatu fondasi yg benar sangat mungkin suatu saat nanti dia akan bisa tersesat karena menganggap tindakannya benar, padahal sebenarnya tidak. Berbuat baik bisa punya ukuran yg berbeda pada setiap orang. Hal ini karena “kebaikan” bagi seseorang belum tentu juga merupakan “kebaikan” bagi orang yg lain (ini sudah merupakan hukum alam), dan siapa yg menjadi hakim penilai kebaikan yg mana yg sesungguhnya adalah kebaikan yg hakiki dan bernilai di mata Tuhan? Tidak lain adalah Tuhan sendiri. Melalui apa? Melalui pikiran masing2x orang? Pikiran orang bisa tidak sama, dan manusia bukan mahkluk yg sempurna yg selalu mengetahui mana yg benar dan mana yg tidak benar. Lantas melalui apa? Ya, melalui agama tentunya.
Jadi pendapat bahwa manusia dapat berbuat baik saja tanpa menggunakan patokan agama adalah tidak mungkin dan dapat sangat dekat dengan kesesatan.
Dan karena orang mengenal perbuatan baik-buruk adalah dari agamanya, maka sangat penting untuk mengetahui apakah ajaran suatu agama adalah benar2x ajaran yg berasal dari Tuhan. Karena bila apa yg kita yakini itu ternyata bukan berasal dari Tuhan, tentunya suatu saat kita bisa terkena hukum alam bahwa produk buatan manusia itu tidak sempurna dan pasti mengandung cacat yg suatu saat bisa menjerumuskan kita pada kesesatan.
Nah kalau agama itu ternyata bukan berisi nilai2x dari Tuhan sendiri, apakah mungkin bisa 100% selalu memberikan penuntun yg baik bagi umatnya? Tentu tidak, manusia butuh agama yg benar2x bernilai ajaran Tuhan. Karena itulah manusia harus mencarinya. Bagaimana kita bisa tahu ajaran agama mana yg benar2x bernilai ajaran Tuhan? Ya dg mempelajari agama kita sendiri dan juga agama2x lain, dan melakukan studi komparasi terhadap semuanya. Bagaimana bisa mengetahuinya sedangkan semua agama (sepertinya) mengklaim dirinya sendiri yg benar?
Bersyukurlah bahwa Tuhan memberi manusia otak untuk berpikir dan hati nurani untuk “merasakan” sebagai perbedaan dg makhluk Tuhan yg lebih rendah spt binatang.
Kita harus memakai keduanya secara seimbang sesuai porsinya, karena kalau hanya salah satu saja malah bisa menimbulkan pemikiran2x yg aneh yg bisa malah “meng-agama-kan akal” atau “meng-agama-kan hati nurani”.
Yg harus dilakukan memang adalah beragama dg logika, yg menggabungkan akal & hati nurani di dalamnya.
Memang tidak semua orang mempunyai kualitas intelektual yg memadai untuk melakukannya, tapi setidaknya kalau anda dan semua komunitas blogger sudah bisa “nge-blog”, atau anda bisa membaca tulisan ini, mestinya berarti kualitas intelektual kita semua sebenarnya sudah mendukung untuk melakukan itu. Tinggal masalah mau atau tidak saja melakukannya. )
Sedangkan untuk bisa menilai ajaran agama manakah yg paling benar dan dapat diandalkan sbg pegangan dan penuntun hidup, kita tidak bisa menentukan hanya dg melihat pemeluk agama tsb. Sebab
sangat mungkin seseorang tidak menerapkan dg benar apa yg diajarkan oleh agamanya, bahkan mungkin juga ia tidak mengetahui dg benar bagaimana sesungguhnya ajaran agamanya.
Cara terbaik untuk mengetahui seperti apa sebenarnya ajaran suatu agama, adalah dg mempelajari langsung dari kitab sucinya sebagai dasar dari agama tsb.
Tentu saja harus dilakukan dg dilandasi pemikiran dan hati nurani. Sebab tanpa itu, mempelajari agama juga bisa menyesatkan kalau salah dalam melakukan pemahaman kalau melakukannya dengan seenaknya.
Kesimpulan :
Tuhan dan agama adalah satu kesatuan yg tidak dapat dipisahkan.
Untuk beragama tidaklah dapat dilakukan tanpa adanya konsep ketuhanan di sana. Sedangkan untuk ber-Tuhan juga tidak dapat dilakukan tanpa dilandasi ajaran agama yg benar.
Berbuat baik adalah perbuatan baik yg bernilai di sisi Tuhan dan dilandasi dg ajaran agama yg benar yg dipahami dg logika yaitu yg berlandaskan pemikiran dan hati nurani.
Manusia tidak dapat menjalankannya secara terpisah-pisah, karena menjalankan bagian2x itu secara terpisah dapat menyeret manusia ke dalam jurang kesesatan.
Sedangkan kerusakan2x yg diakibatkan oleh pertikaian antar umat beragama itu adalah diakibatkan dari dijalankannya agama, ketuhanan, dan kebaikan itu tidak secara bersama-sama ataupun menjalankannya secara bersama-sama tapi tanpa dilandasi pemahaman yg berlandaskan pada pemikiran dan hati nurani, malah hanya didasarkan pada doktrin yg mencuci otak umat dan membuat mereka hanya menelan saja apa yg dijejalkan ke dalam otak mereka tanpa membiasakan umat untuk berpikir, menyaring, dan mendiskusikan apa yg mereka terima.
Maka untuk dapat memahami agama dg benar dan membuat hidup lebih tenang dan damai, tinggalkanlah pola pemahaman agama dg doktrin, dan biasakanlah untuk beragama dg logika, yaitu beragama yg dilandasi dg pemikiran dan hati nurani yg jernih agar dapat menjadi pencerahan pada umat, baik yg beragama sama maupun dg umat beragama lain.

No comments:

Post a Comment