Friday, June 5, 2015

CARA MENETAPKAN AWAL BULAN RAMADHAN

Awal bulan Ramadhan ditetapkan dengan melihat hilal (bulan), namun apabila terhalang/tidak terlihat, maka dengan menyempurnakan bilangan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari.
Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila engkau sekalian melihatnya (bulan) shaumlah, dan apabila engkau sekalian melihatnya (bulan) berbukalah, dan jika awan menutupi kalian maka perkirakanlah.”Muttafaq Alaihi. Menurut riwayat Muslim: “Jika awan menutupi kalian maka perkirakanlah tiga puluh hari.” Menurut riwayat Bukhari: “Maka sempurnakanlah hitungannya menjadi tigapuluh hari.”(lihat Bulughul Maram, bab shiyam no.671)

Menurut riwayatnya dari hadits Abu Hurairah: “Maka sempurnakanlah hitungan bulan Sya’ban 30 hari.”(lihat Bulughul Maram, bab shiyam no.672)

Umat Islam seyogyanya menghitung bulan Sya’ban sebagai persiapan memasukiRamadhan. Karena satu bulan itu terkadang dua puluh sembilan hari danterkadang tiga puluh hari, maka berpuasa (itu dimulai) ketika melihat hilal bulanRamdhan.

Jika terhalang awan hendaknya menyempurnakan bulan Sya’ban menjadi tigapuluh hari. Karena Allah menciptakan langit-langit dan bumi serta menjadikantempat-tempat tertentu agar manusia mengetahui jumlah tahun dan hisab. Satubulan tidak akan lebih dari tiga puluh hari.

Melihat hilal untuk Iedul Fitri teranggap kalau ada dua orang saksi yang adil, berdasarkan sabdaRasululah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
“Berpuasalah kalian karena melihat hilal, berbukalah kalian karena melihatnya, berhajilah kalian karena melihat hilal, jika kalian tertutup awan, maka sempurnakanlah (bilangan bulan Sya’ban menjadi) tiga puluh hari, jika ada dua saksi berpuasalah kalian dan berbukalah”. (HR. An-Nasa’i, Ahmad, Ad-Daruquthni. Lafadz di atas adalah pada riwayatAn-Nasa’i, Ahmad menambahkan : “Dua orang muslim”.

Tidak diragukan lagi, bahwa diterimanya persaksian dua orang dalam satukejadian tidak menunjukkan persaksian seorang diri itu ditolak, oleh karena itupersaksian seorang saksi dalam melihat hilal tetap teranggap (sebagai landasanuntuk memulai puasa), dalam suatu riwayat yang shahih

Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu berkata: Orang-orang melihat bulan sabit, lalu aku beritahukan kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bahwa aku benar-benar telah melihatnya. Lalu beliau shaum dan menyuruh orang-orang agar shaum. Riwayat Abu Dawud. Hadits shahih menurut Hakim dan Ibnu Hibban. (lihat Bulughul Maram, bab shiyam no.673)

Dari Ibnu UmarRadhiallahu ‘Anhuma, ia berkata: “Manusia mencari-cari hilal, maka aku khabarkan kepada Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa aku melihatnya, maka Rasululah pun menyuruh manusiaberpuasa”. (HR. Abu Dawud, Ad-Darimi, Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al-Baihaqi)

Perhatikanlah!!! Ibnu ‘Umar Radhiallahu ‘Anh sebagai masyarakat melaporkan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai Pemerintah, kemudian Beliau sebagai pemerintah mengumumkan waktunya Ramadhan, dengan kata lain sebagai masyarakat, kita berpuasa bersamaan dengan waktu yang ditetapkan oleh pemerintah.

Barangsiapa yang melihat hilal sendirian atau sekelompok maka tidak diperbolehkan berpuasa sebelum masyarakat berpuasa dan tidak pula berbuka sebelum masyarakat berbuka (iedul fitri), yang ini tentunya hanya terjadi ketika penguasa telah mengumumkan awal Ramadhan dan Syawal.

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Puasa adalah pada hari kamu sekalian berpuasa, berbuka (iedul Fitri) adalah pada hari kamu sekalian berbuka, dan hari kurban (iedul Adha) adalah hari kamu sekalian menyembelih binatang kurban”. (HR. Tirmidzi)

No comments:

Post a Comment