Sungguh menggelikan sekaligus mengenaskan waktu beberapa waktu lalu melihat berita di TV tentang pemberian gelar bangsawan buat Salman Rushdie (59 tahun), penulis buku “The Satanic Verses” (ayat2x setan), oleh ratu Inggris Elizabeth II pada perayaan hari ulang tahun sang ratu bulan Juni lalu.
Rushdie, warga negara Inggris keturunan India, menulis bukunya yg kontroversial itu pada tahun 1988 dan sukses menuai kecaman umat muslim seluruh dunia, bahkan dijatuhi hukuman mati oleh pemimpin spiritual Iran saat itu Ayatollah Khomeini dg menghalalkan darahnya bagi siapapun yg dapat membunuhnya. Umat Islam menyatakan kalau buku itu menghina nabi Muhammad, mengejek Al-Qur’an dan peristiwa pada sejarah awal Islam. Sejak saat itu Rushdie selalu hidup bersembunyi dan berpindah tempat selama sekitar 9 tahun sampai tahun 1998 saat pemerintah Iran secara resmi menjauhkan diri dari fatwa Khomeini. Bahkan presiden Iran Mohammad Khatami pada tahun 2001 juga menyebut masalah dg Rushdie sudah selesai. Akan tetapi perlakuan ratu Inggris itu bagaikan telah membuka luka lama yg sebenarnya telah mulai mengering, dan menghidupkan kembali fatwa Khomeini.
Yayasan Khordad XV, badan kebudayaan, menyediakan hadiah 2,8 juta dolar Amerika Serikat (sekitar 25,2 miliar rupiah) bagi kepala Rushdie dan secara teratur menyatakan fatwa imam Khomeini atas pengarang itu hidup selamanya. Yayasan lain, Markasbesar untuk Penghormatan bagi Pahlawan Gerakan Islam Dunia, telah meningkatkan hadiah awal 2004 senilai 100.000 dolar Amerika Serikat (lebih kurang 900 juta rupiah) untuk kematian Rushdie menjadi 150.000 dolar Amerika Serikat (kira-kira 1,3 miliar rupiah).
Saat dunia bertanya pada Inggris tentang kejadian kontroversial itu, pihak Inggris mengatakan kalau pemberian gelar kebangsawanan itu adalah hadiah untuk pekerjaan kesusasteraannya, sehingga sebaiknya tidak dipandang sebagai penghinaan terhadap Islam. Pekerjaan kesusastraan? Apa pekerjaan kesusastraan yg telah dilakukan Rushdie? Apakah ada yg pernah mendengar prestasi Salman Rushdie selain “prestasi”nya menuai kecaman dari dunia Islam terhadap tulisannya di penghujung tahun 80-an itu? Pemberian gelar yg sama yg telah dilakukan kerajaan Inggris pada beberapa orang lainnya tidak menimbulkan pertanyaan karena kebanyakan mereka adalah orang2x yg kapasitasnya telah diketahui publik memang sesuai untuk menerima gelar kebangsawanan itu. Sebutlah saja misalnya “Sir” Elton John yg penyanyi kelas dunia yg telah mengangkat nama Inggris di bidang seni. Tapi Salman Rushdie..?? Jelas orang akan bertanya, apa prestasinya..? Bila tidak ada “prestasi kelas dunia” lain dari seorang Salman Rushdie, maka jelas pemberian penghargaan itu adalah tidak beralasan dan semata-mata hanya untuk memancing kemarahan umat Islam sedunia saja.
Mengapa pula penghargaan serupa tidak diberikan pada seorang Dan Brown, warga Inggis lainnya, penulis buku terlaris di dunia sampai saat ini, The Da Vinci Code, yg juga menimbulkan kontroversi? Jelas2x Dan Brown lebih berprestasi ketimbang Salman Rushdie. Bukunya laris bak kacang goreng di seluruh dunia, bahkan sampai sekarang masih terus dicetak ulang, yg telah menjadikan penulisnya seorang milyuner hanya dari sebuah buku novel. Kontroversi di bukunya itu juga lebih heboh dibanding buku Salman Rushdie. Hanya saja kalau isi buku The Satanic Verses telah menghina umat Islam, buku The Da Vinci Code telah menohok jantung umat Gereja Kristen, khususnya Katolik Roma, dg mengungkapkan sejarah kekeristenan yg dilarang diberikan bagi umat gereja, dan selama ini hanya boleh “hidup” di kalangan para ahli teologi kelas atas dan para pemimpin puncak dalam kekristenan. Mengapa? Apa karena buku Dan Brown dianggap merugikan dunia barat yg notabene mayoritas kristen, sedangkan buku Rushdie dianggap berjasa? Terlihat jelas kan kepicikan & ketidak netralan mereka dalam menilai sesuatu yg hanya berdasarkan untung-ruginya saja buat mereka..
Seperti juga yg sudah-sudah, terlihat jelas kalau dunia barat tidak perduli dg etika hidup berdampingan dengan damai. Mereka seakan menerapkan prinsip “Musuh dari musuh kita adalah kawan”. Maka pemberian gelar bagi seseorang yg dianggap musuh Islam itu adalah perbuatan provokatif yg jelas2x akan menempatkan pemerintah Inggris sebagai musuh dari dunia Islam. Hal ini cukup ironis mengingat Islam adalah agama terbesar kedua di Inggris. Bahkan ada yg menyatakan kalau sebenarnya separuh dari rakyat Inggris adalah sudah beragama Islam, dan kalau ada negara yg akan menjadi negara Islam pertama di Eropa, negara itu adalah Inggris.
Di beberapa negara Eropa belakangan ini (juga di Amerika) seperti di Inggris memang sedang terjadi pertumbuhan pemeluk agama Islam secara pesat, bahkan ditengah gencarnya propaganda Islamophobia yg dihembuskan sangat kencang oleh amerika & sekutu2xnya. Perkembangan Islam di Perancis lebih hebat lagi. Jumlah pemeluk baru Islam di negara itu jauh lebih banyak daripada di Inggris, Jerman, dan negara-negara Eropa lainnya. Konon Perancis goncang karena Islam “merajalela” di sana. Ada perubahan persepsi kaum non muslim terhadap kaum muslim di negara itu. Seorang muslim yg memasuki restoran biasanya akan ditanya, “Monseur, vous etes Musulman? (Tuan, apakah tuan seorang muslim?)” untuk tidak diberi hidangan yg haram menurut Islam. Juga mungkin tidak banyak yg mengekspos bahwa pemain sepak bola top Perancis yg baru saja pensiun dan baru berkunjung ke Indonesia, Zinadine Zidane, adalah seorang muslim.
Bahkan setelah penjungkirbalikan ajaran Islam oleh orang2x seperti Salman Rushdie ini, 20.000 orang Inggris berkulit putih yg memeluk Islam tercatat masuk Islam justru setelah kasus buku The Satanic Verses meledak, padahal sebelumnya hanya sekitar 5000 saja (line, Desember 1993). Rupanya banyak orang yg mulai muak dg kebohongan2x barat dalam upayanya mendiskreditkan Islam, telah mencari informasi yg lebih benar tentang Islam langsung dari sumbernya dan melihat langsung dari komunitas2x Islam di sana. Dan yg mereka temui adalah sebuah agama yg sarat dg kebenaran dan keindahan yg kemudian tidak membuat mereka ragu untuk berbondong-bondong memeluk Islam.
Masih segar dalam ingatan kita kasus karikatur nabi Muhammad SAW beberapa waktu lalu yg dilakukan oleh sebuah surat kabar di Denmark. Setelah protes umat muslim sedunia meledak oleh pemuatan karikatur yg menghina nabi Muhammad itu, pemerintah Denmark telah menunjukkan itikad baiknya dg menjaga jarak dg surat kabar itu (meskipun kemudian tetap saja memberi ijin diadakannya lomba karikatur nabi Muhammad yg dilaksanakan setelah itu). Tapi di Inggris justru kerajaan sendirilah yg telah menyulut protes umat Islam dg memberi penghargaan tertinggi di Inggris pada seorang Rushdie. Mereka memang tidak pernah puas dalam menyerang, memfitnah, dan menyakiti umat Islam, apalagi pada saat2x sekarang ini dimana mereka merasa sedang “diatas angin” karena merasa sedang memimpin peradaban di berbagai bidang, dimana sebaliknya umat muslim sekarang ini sedang jadi bulan-bulanan karena sedang berada “dibawah”.
No comments:
Post a Comment